November 24, 2008

TB-Tanoto Kembangkan Gasifikasi Biomassa

Posted in penelitian pada 4:09 pm oleh Pak Tas

Energi Alternatif
ITB-Tanoto Kembangkan Gasifikasi Biomassa

BANDUNG, KOMPAS–Institut Teknologi Bandung dan Tanoto Foundation menandatangani kerjasama pengembangan teknologi gasifikasi biomassa, Senin (6/8) di Bandung. Fokus penelitian diarahkan pada reduksi dan penyisihan racun tar sebagai efek samping. Hasil ini diharapkan bisa menyempurnakan teknologi itu untuk tahapan pra-produksi massal.

Penandatanganan kerjasama penelitian itu ditandai dengan penganugerahan Tanoto Proffesorhip Award (TPA) kepada guru besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Herri Susanto. Pakar kimia tersebut akan memimpin penelitian yang menelan dana Rp 1,2 miliar ini selama tiga tahun ke depan.

Di Indonesia, teknologi yang memanfaatkan biomassa padat ini bukanlah hal baru. Di negara lain, misalnya China, teknologi ini bahkan sudah diberlakukan tepat guna. Persoalan pokok pemanfaatan teknologi ini adalah munculnya tar (fenol) dan karbon monoksida (CO) sebagai efek samping. Padahal, kedua senyawa ini menimbulkan efek racun berbahaya.

Gasifier (alat gasifikasi) sudah pernah diujicobakan di sejumlah tempat. Misalnya, Desa Jayi, Majalengka (1985-1989) dan PLTD Sekam, Desa Haeurgeulis, Cirebon (2002-2006). ”Namun, alat itu tidak lagi dipakai. Soalnya, karena efek samping itulah. Bahkan, di Cirebon, tar itu sampai mengakibatkan matinya ikan lele. Inilah yang coba kami atasi,” ucapnya.

Selain efek negatif tar, penelitian diarahkan pada modifikasi gasifier agar lebih ekonomis dan mudah digunakan. Sebab, teknologi ini diarahkan untuk tepat guna dengan sasaran sentra produksi pertanian di pedesaan. Nilai investasi per perangkat gasifier saat ini mencapai Rp 80-100 juta. Diharapkan, ke depan, harga ini bisa ditekan sebanyak 25 peren.

Menurut Herri, gasifikasi memiliki banyak keuntungan dibanding proses cairnya (biomassa). Salah satunya, menghasilkan energi listrik disamping bahan bakar pastinya. Dari hasil ujicoba di PLTD-Sekam, diperoleh kajian penghematan biaya senilai Rp 6,4 juta per bulan jika mensubtitusi diesel dengan teknologi ini. Namun, syaratnya, produksi listrik minimal harus 75 kW yang dijalankan 8 jam per hari.

Sampah kota

Hal lain yang menguntungkan, teknologi gasifikasi ini kompatibel hampir dengan seluruh jenis pirolisa biomassa padat. Mulai limbah kayu, bongkol jagung, batok kelapa,  sekam padi, batok sawit, kulit kacang, serbuk gergaji, sampai sampah kota. Jadi, sejalan dengan konsep waste to energy.

”Dari sekian banyak bahan, cita-cita kami pemanfaatan jenis ke-4, fast growing energy atau kebon energi. Ini memanfaatkan tanaman tumpang sari semacam lamtoro-gung, turi, dan lain-lain. Sinergi dengan peternakan,” ucapnya.

Dalam kesempatan ini, Chairman Tanoto Foundation Ibrahim Hasan mengatakan, pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan di Indonesia harus mulai digalakkan. Selain mencegah dampak pemanasan global, lewat reduksi bahan bakar karbon, ini bisa menghasilkan dampak ganda penggerakkan roda ekonomi di pedesaan.

Tiap 1 kilogram biomassa, secara rata-rata, setara dengan 0,1-0,25 bahan bakar. Dan, 0,3 kW energi listrik. Ia bercita-cita, teknologi ini bisa dikembangkan secara intesif di sebuah desa dengan konsep desa mandiri. ”Apalagi, sumber biomassa ini kan tersebar banyak di tanah air. Kami harapkan, ini bisa menjadi kontribusi nyata,” ucapnya.(jon)

Sumber: Kompas Cybermedia, Senin, 06 Agustus 2007

 

4 Komentar »

  1. di mana/bagaimana bisa mendapatkan data dan informasi sebaran potensi limbah bio di indonesia?

    tks utk artikel-artikel menariknya
    salam!

    Hari

  2. Eka Praganta said,

    1.kalau genset dengan besaran 125 KWH , dan mau dirubah pemakaian bahan bakar solar menjadi bahan bakar TONGKOL JAGUNG apakah bisa ??, dan berapa biaya penggantian ini, dan apakah berbahaya bagi operator genset ini . terimakasih

  3. […] from: Energi Limbah [Translate] Tags: Biomassa,  […]

  4. tujust said,

    Kalo bisa di tampilkan cara kerja detail dari idenya biar yang lain bisa berkreasi juga , kan lebih banyak kepala berkreasi dari pada sendirian kapan jadinya betul nggak ?


Tinggalkan komentar